Friday 31 October 2014

Sabar Menanti Sang Buah Hati ^_^


Mencapai usia kehamilan saat ini, saya sangat bersyukur dan semakin hari semakin tidak sabar menunggu pertemuan kami, saya dan bayi saya :) Apa lagi menyadari anggota-anggota badannya yang sering menyembul di kulit perut saya. Dua pertanyaan yang sangat sering saya dengar saat orang melihat perut saya yang semakin menggendut ini:
1.      ”Udah kelihatan belum, laki atau perempuan?”
Menurut saya pertanyaan ini sangat wajar. Karena mungkin beberapa orang mengharapkan anak pertama itu idealnya laki-laki. Jadi, mengetahui jenis kelamin itu penting. Tapi, lalu kemudian saya berpikir, ketika seorang dinyatakan hamil, ada dua kemungkinan jenis kelamin yang masing-masing memiliki hak hidup yang sama besar, yaitu 50% cewe: 50% cowo, dan keduanya sama-sama memiliki HAK UNTUK HIDUP. Lantas, kenapa harus dibedakan, sulung idealnya laki-laki dan anak kedua mesti kepengennya cewe, “biar sepasang,” katanya. No! Semua berhak hidup dan berhak menjadi yang sulung. Lagian, banyak orang yang susah dapet keturunan, harusnya sangat bersyukur ketika bisa mendapatkan anak, entah itu laki atau perempuan. Jadi, di kehamilan ini, saya tidak ingin tahu, saya tidak mempermasalahkan apa jenis kelamin calon anak saya ini. Yang penting normal dan sehat. aamiiin.
2.      ”Kata dokter, bisa ngelahirin normal?”
Jujur, saya hanya ingin saya bisa bertemu dengan anak saya yang selama ini hanya bisa menendang, meninju, dan menggelitik saya dari balik kulit perut saya ini. Saya ingin dia lahir dengan keadaan sehat dan saya juga sehat. Saya ingin bisa mendengar tangisannya yang menggema ke seluruh penjuru rumah. Saya ingin bisa menyusuinya sampe umur 2 tahun. Ternyata kalo saya baca-baca di forum-forum kehamilan, banyak bumil yang ngotot ingin melahirkan normal, dan rasanya dunia hancur kalo sudah divonis harus SC. Why??? Bayi Anda itu masih hidup. Dia sehat. Kenapa harus dunia hancur? Lebih hancur mana, ketika mengetahui bayi Anda tidak tumbuh dan akhirnya harus keguguran??? Please… Ternyata, dengar-dengar, kebudayaan kita ini punya proverb yang menurut saya “aneh”, yaitu: “Kalo melahirkan normal itu, rasanya menjadi ibu yang sepenuhnya” Whaaatt..???

Jadi, hamil dan “membawa perut besar” selama 9 bulan, lalu setelah itu mengeluarkan “bayi", itu masih belum bisa disebut seorang IBU??? Jadi, kalo ada wanita yang melahirkan normal, trus bayinya dibuang, itu juga bisa dibilang IBU??? Dangkal sekali “pangkat” IBU itu, ya?  

Sekali lagi, saya masih gak habis pikir dengan orang yang berpikir: HARUS BISA MELAHIRKAN NORMAL. Kecuali, terbentur masalah biaya, saya bisa memaklumi. Karena melahirkan dengan operasi SC memang biayanya terpaut lumayan jauh jika dibandingkan dengan melahirkan normal. Kalo udah masalah duit, saya maklum lah. Banyak orang yang berusaha bisa melahirkan normal, supaya bisa melahirkannya di bidan, jadi biayanya tidak seberapa mahal. Kalo itu, saya bisa mengerti. Namun, kalo alasannya bukan karena biaya, saya masih gak ngerti. Memang, definisi IBU agaknya masih rancu dalam kehidupan kita. Menurut kita, pada umumnya, IBU itu, 
-mengandung
-melahirkan
-membesarkan anak

Bagaimana dengan wanita yang: mengandung dan melahirkan, tapi tidak membesarkan anak. Entah, anaknya dibuang, atau ditaruh di panti asuhan, atau diserahkan sama “si Mbak”. 
Apakah wanita seperti itu bisa dikatakan seorang IBU?
Bagaimana dengan wanita yang: tidak mengandung dan tidak melahirkan, tetapi dengan segala pengorbanan dan jiwa raganya dengan ikhlas, mendidik, menjaga, merawat, dan sangat bertanggung jawab dalam membesarkan anaknya. Katakanlah, wanita ini mengadopsi bayi.
Apakah wanita seperti itu tidak berhak dikatakan seorang IBU?
Menurut saya, kok, tidak adil sekali, kalo kriteria seorang IBU adalah MUTLAK berdasarkan TAKDIR seorang wanita (mengandung dan melahirkan). Atau apakah seharusnya definisi kata IBU itu harusnya tidak ada dalam kamus bahasa Indonesia, melainkan dalam kitab suci, sehingga hanya Tuhan yang boleh menilai dan mendefinisikan arti IBU? Wallahu’alam bi shawwab.

Hmmm... Sabar menantikan kelahiran sang buah hati. Setiap orang punya tantangan dan ujian hidup masing-masing. Setiap rumah tangga juga memiliki ujian tersendiri. Seringkali kita diuji oleh ilmu yang kita miliki. Disanalah sebenarnya kita belajar mengamalkan ilmu yang kita punya. Saat ini, saya sedang diuji untuk sabar menunggu kelahiran anak pertama kami. Alhamdulillah bayinya sehat. Hanya perlu bersabar menanti saat bayinya lahir. Tapi saya percaya setiap ujian itu diturunkan sudah dengan segala kesiapan kita. Bukankah Allah tidak akan menguji seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya? Ya, sekarang kita sedang diuji akan keyakinan kita pada Allah. Diuji dengan ilmu kehamilan yang saya dapat. Selama janin dan kehamilan baik-baik saja, tinggal mau bersabar. Sabar, doa, tawakkal, dan yakin sama Allaah. Alhamdulillaah dapat bidan yang sabar dan cukup bisa diajak diskusi. Dianugerahi suami yang sabar dan support setiap kali drop, keluarga besar yang luar biasa. Love u all. Terima kasih untuk semua support, nasihat, masukan, sharing dan semua yang sudah saya terima. Dede bayi.. Allah tahu persis kapan dede akan lahir. Love u, baby.. ^_^
Di sela menikmati gejolak-gejolak dalam peyut ^_^, nemu artikel islami.. Bismillah..

----- “Menanti kelahiran anak pertama adalah suatu momen yang penuh dengan harap dan cemas. Harap dan cemas itu muncul seketika dalam kondisi kejiwaan seluruh anggota dari keluarga besar. Semua anggota keluarga berharap ia lahir dalam kondisi yang sempurna dengan proses persalinan yang normal. Ia lahir dengan sempurna sehat begitu pula dengan sang ibu yang diharapkan juga sehat setelah melewati proses persalinannya. Dalam Al-Qur’an Surat Al Hajj ayat 5, ALLAH SWT berfirman: “….Sesunguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi..”. 

Seluruh anggota keluarga berdoa mengharapkan kelahiran sang bayi dalam kondisi sempurna. Keluarga juga tidak hanya berharap pada kondisi fisik yang sempurna tetapi juga pada kesempurna akal dan pikiran yang nantinya akan mengantarkannya menjadi hamba Allah yg sholeh/ah. Firman ALLAH ini juga turut menjadi doa bagi keluarga untuk mendapatkan anak yang lahir dan tumbuh besar nanti menjadi anak yang sholeh/ah,  “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.” Q.s. Ali Imran:38.

Cemas adalah kondisi kejiwaan yang terjadi ketika seseorang dalam tekanan atau ketakutan akan suatu hal. Cemas ini juga menjadi salah satu nuansa kejiwaan yang mewarnai anggota keluarga pada saat penantian kelahiran anak pertama. Cemas muncul dikarenakan peristiwa kelahiran anak ini adalah peristiwa perdana yang dihadapi oleh kedua orangtua. Ibnus Sunni meriwayatkan dengan sanad dhaif. Ketika putri Rasulullah SAW, Fatimah radhiyallahu ‘anha mengalami proses persalinan, beliau memerintahkan kepada Ummu Salamah dan Zainab binti Jahsy untuk datang dan membaca Ayat Kursi; Ayat dari surat Al-A’raf: “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakanNya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintahNya. Ingatlah menciptakan dan memerintah hanya hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam” (Q.s. al-A’raf:54); ayat dari surat Yunus: “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorang pun yang akan memberi syafaat kecuali sesudah ada izin-Nya (Dzat) yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?” (Q.s. Yunus:3); dan mu’awwidzatain (surat Al-Falaq dan surah an-Naas)”.--------

No comments: