Hawa Mengenali Adam: Tulang Rusuk Mengenali Siapa Pemiliknya
dia
sebuah nama yang belum tereja
dia
sebuah rupa yang belum tersketsa
dia
sebuah sosok yang entah dimana
dia
calon nahkoda
sebuah biduk rumah tangga
dia
kuyakin ada
karna hati yang merasa
Rabbana
Jaga ia di manapun berada
Mudahkan langkahnya
Tunjukkan jalannya
Luruskan niatnya
Bulatkan tekadnya
Mantapkan hatinya
Berkahilah rizkinya
Hingga akhirnya
KAU pertemukan aku dengannya
Dalam suatu ikatan suci nan mulia
Mitsaqan ghalizha
sebuah nama yang belum tereja
dia
sebuah rupa yang belum tersketsa
dia
sebuah sosok yang entah dimana
dia
calon nahkoda
sebuah biduk rumah tangga
dia
kuyakin ada
karna hati yang merasa
Rabbana
Jaga ia di manapun berada
Mudahkan langkahnya
Tunjukkan jalannya
Luruskan niatnya
Bulatkan tekadnya
Mantapkan hatinya
Berkahilah rizkinya
Hingga akhirnya
KAU pertemukan aku dengannya
Dalam suatu ikatan suci nan mulia
Mitsaqan ghalizha
“Sejak diturunkan ke bumi, Hawa terus memikirkan Nabi Adam. Bagaimana
keadaannya sekarang? Apa ia sanggup hidup sendirian di bumi ini? Hawa
bertekad untuk bertemu Nabi Adam. Hawa terus berjalan menyusuri bumi.
Sesekali ia beristirahat sambil makan buah-buahan. Ia terus berdoa
kepada Allah agar segera dipertemukan dengan Nabi Adam. Hawa tiba di
sebuah padang pasir dan bukit yang sangat gersang. Ia sudah sangat
kelelahan dan hampir putus asa. Kemudian ia berdoa kepada Allah dengan
sangat khusyuk. Rupanya Allah mengabulkan doanya. Hawa melihat sosok
yang sangat ia kenali. Ia adalah Nabi Adam. Hawa memanggil Nabi Adam dan
Nabi pun memanggil Hawa dengan penuh kerinduan. Inilah saat yang paling
membahagiakan bagi mereka.”
Itulah sepenggal kisah tentang pertemuan Adam dan
Hawa di bumi dalam buku “Ensiklopedia Kisah Al-Qur’an” terbitan Gema
Insani Press. Mungkin kisah ini pun menggambarkan manusia pada umumnya.
Tabiat perempuan yang peduli tergambar jelas dalam penggalan cerita di
atas. Hawa terus memikirkan Nabi Adam dan ingin segera bertemu dengan
Nabi Adam. Apa alasannya? Ternyata, bukan karena sekadar melepas rindu
dirinya pada Adam, tapi lebih memikirkan bagaimana keadaan Nabi Adam
sekarang? Apakah Adam sanggup hidup sendiri di bumi? Hawa tak memikirkan
dirinya sendiri. Itulah sifat dasar perempuan, ketika memutuskan
sesuatu ia selalu mempertimbangkan orang lain bukan hanya kepentingan
dirinya sendiri.
Ya, karena Allah menciptakan Hawa untuk menemani
Adam ketika di syurga. Allah tahu bahwa Adam tak bisa hidup sendiri.
Walaupun dengan kenikmatan-kenikmatan syurga yang telah ia dapatkan,
tetap saja seorang Adam membutuhkan teman. Maka, Allah ciptakan Hawa
dari tulang rusuk Adam untuk menemani Adam di syurga.
Ketika
diturunkan ke bumi dan mereka berpisah, maka naluri masing-masing pasti
akan saling mencari. Dan dalam pencarian di sini digambarkan secara
jelas kekhawatiran Hawa akan kondisi Adam di bumi: sanggupkah Adam hidup
sendirian?
Hawa pun terus berusaha menelusuri bumi demi bertemu
Adam. Uniknya, di buku ini tak diceritakan bagaimana usaha Adam
menemukan Hawa, tapi lebih kepada bagaimana usaha Hawa menemukan Adam.
Pastinya tak bisa dipungkiri juga bahwa tentunya Adam pun berusaha keras
untuk bertemu dengan Hawa karena di syurga yang penuh kenikmatan saja
Adam membutuhkan seorang teman, bagaimana dengan ketika di bumi yang
berbeda jauh dari segi kenikmatan di syurga? Tentu Adam sangat
membutuhkan seorang teman terlebih ketika berada di bumi. Dan tentunya
ada rasa kehilangan ketika Hawa yang biasanya menemaninya di syurga tak
ada di sisinya.
Memang agak sedikit berbeda, penggambaran
pertemuan itu diangkat dari sisi Hawa yang berusaha bertemu Adam. Tak
diceritakan pencarian seorang Adam namun lebih ditekankan pada pencarian
seorang Hawa yang menunjukkan rasa pedulinya pada Adam. Hawa terus
berjalan, beristirahat, berdoa di tengah lelah. Hingga akhirnya di
tengah lelah yang begitu sangat dan dalam kondisi hampir putus asa, di
gurun pasir yang panas dan gersang, doa khusyuknya dikabulkan Allah dan
dipertemukanlah ia dengan sosok yang ia kenal. Ya, ternyata Hawa-lah
yang mengenali Adam lebih dulu ketika bertemu. Sungguh, tulang rusuk
mengenali siapa pemiliknya.
Mungkin akan terlontar pertanyaan
begini: “Nabi Adam dan Hawa itu kan cuma dua-duanya manusia di bumi.
Jadi ketika bertemu mudah untuk saling mengenali. Lantas bagaimana
dengan kita yang jumlah penduduk bumi sudah sekian milyar banyaknya?
Bagaimana kita bisa tahu bahwa dialah tulang rusuk kita (bagi laki-laki)
atau dialah pemilik tulang rusuk ini (bagi perempuan)?
Di sinilah
letak proses ta’aruf itu berperan. Tentunya ta’aruf yang syar’i, bukan
sekadar kata ta’aruf namun jauh nilai-nilainya dari sebuah proses
ta’aruf. Ta’aruf lah ajang saling mengenal yang [katanya] akan terasakan
di sana siapa tulang rusuk atau pemilik tulang rusuk kita.
Mari
kutunjukkan kisah dua orang akhwat. Ada seorang akhwat yang merasa klop
dengan seorang ikhwan, merasa saling cocok, hingga akhirnya mereka
memutuskan untuk ta’aruf. Dalam proses ta’aruf, ternyata istikharah sang
akhwat tak mantap dan ada keraguan di sana. Ta’aruf pun kandas di
tengah jalan. Awalnya sebelum ta’aruf, sang akhwat menganggap bahwa
ikhwan itulah pemilik tulang rusuknya. Tapi ternyata, setelah ta’aruf,
bukan ikhwan itu pemilik tulang rusuknya.
Qadarullah, sang akhwat
dipertemukan dengan seorang ikhwan yang belum pernah dikenal dan
dipertemukan dalam sebuah proses ta’aruf. Sang akhwat pun mantap, tak
ada keraguan sedikit pun dalam istikharahnya. Akhirnya, mereka menikah.
Satu
lagi, ada seorang akhwat yang memblacklist seorang ikhwan untuk menjadi
calon suaminya karena merasa tidak cocok secara karakter. Namun
ternyata sang ikhwan berkeinginan untuk ta’aruf dengan sang akhwat.
Awalnya sang akhwat menolak untuk berta’aruf dengan sang ikhwan. Atas
nasihat sang guru ngaji dan istikharah beberapa kali, sang akhwat pun
mencoba untuk berta’aruf dengan ikhwan yang dimaksud. Hingga akhirnya,
mereka menikah.
Terlihat jelas bukan? Bahwa memang hanya sebuah
proses ta’aruf yang syar’i-lah yang bisa mendatangkan petunjuk Allah.
Dan sebaik-baik petunjuk itu adalah petunjukNYA.
Ada sebuah penggalan dalam artikel yang pernah dibaca:
“Kalau
kita tidak mau mencoba ta’aruf, bagaimana mungkin kita tahu ia jodoh
kita atau bukan. Kalau kita ta’aruf, kita akan tahu. Jika berhasil,
berarti jodoh. Kalau belum berhasil, berarti belum jodoh. Iya, kan?!”
Jadi,
memang benar, kita takkan pernah tahu siapa jodoh kita di dunia, kita
takkan pernah tahu siapa pemilik tulang rusuk kita (bagi perempuan),
atau siapa tulang rusuk kita yang belum ditemukan (bagi laki-laki),
sebelum proses ta’aruf. Dari proses ta’aruflah, Allah memberikan
petunjukNYA, menunjukkan siapa yang terbaik untuk kita.
So, buat
para ikhwan yang sedang merasa seseorang itu sebagai tulang rusukmu,
cobalah ta’aruf dulu. Baru kamu bisa bilang kalau dia tulang rusukmu
atau bukan setelah proses ta’aruf. Dan tentunya disertai musyawarah dan
istikharah. Dua hal inilah yang tak boleh ditinggalkan ketika proses
ta’aruf.
Dan buat para akhwat yang berkali-kali gagal dalam proses
ta’aruf, yakinlah memang mungkin belum saatnya dipertemukan dengan
pemilik tulang rusukmu. Bersabarlah dan teguhkanlah kesabaranmu. Insya
Allah semua kan indah pada waktunya.
Pada akhirnya, sebaik-baik
jodoh adalah jodoh di akhirat, jodoh yang kekal. Namun sejatinya kita
takkan pernah tahu siapa jodoh kita di akhirat. Karena belum tentu jodoh
di dunia juga otomatis jodoh di akhirat. Maka yang bisa diikhtiarkan
saat ini adalah mencari jodoh di dunia untuk membawanya menjadi jodoh di
akhirat pula.
“Ya Allah Ya Tuhan kami, karuniakanlah kepada kami
nikmat di dunia dan juga nikmat di akhirat. Dan jauhkanlah kami dari
siksa api neraka…”
Aamiin…
No comments:
Post a Comment