Menjadi dosen, tidaklah mudah. Saya semakin terenyuh, jika melihat
dosen – dosen saya yang sudah berusaha mengajar dengan segala ilmu
yang dimilikinya, namun para mahasiswanya tidak menghiraukan (*termasuk
salah satunya saya # ^_^)
Bagi sebagian orang, mungkin menganggap bahwa mengajar itu mudah.
Cuma masuk, beri materi, selesai pulang. Namun apakah semudah itu?
Menurut pengalaman saya selama lebih kurang 4 tahun mengajar,
menyampaikan suatu materi sehingga semua anak di kelas memperhatikan
adalah sesuatu yang jauh dari arti kata mudah. Membuat mahasiswa yang
diberi mata kuliah agar termotivasi dalam belajar pun, juga tidak mudah.
Saya tidak mengerti, seharusnya yang mengatakan”mudah” itu, langsung
membuktikan perkataannya dengan langsung mengajar di depan kelas, tidak
hanya sekedar omong kosong belaka.
Akhir – akhir ini saya menemukan artikel beberapa orang tentang Syarat (Wajib) Menjadi Seorang Dosen.
Artikel itu sebenarnya hanyalah sebuah ungkapan, betapa bosannya
mahasiswa yang mendengar dosen yang ternyata hanya mengajar untuk
dirinya sendiri. Syarat – syarat seperti minimal harus lulus S2, IPK minimal
blah blah blah dan lain sebagainya, sebenarnya menurut saya hanya
persyaratan agar CV dapat terbaca. Akan tetapi, syarat yang sebenar –
benarnya, apakah seorang calon dosen pernah mencoba mencarinya?
Menurut pendapat saya, tidak semua orang pintar di ilmu pengetahuan
bisa jadi dosen. Tidak semua orang yang pintar ngomong pun bisa jadi
dosen. Dosen, menurut saya, adalah seseorang yang (seharusnya) memang
sangat spesial. Ada orang yang ingin jadi dosen karena ingin jadi
pegawai negeri dengan pendapatan yang tetap. Ada juga yang ingin menjadi
dosen karena tidak suka waktunya diatur – atur oleh perusahaan, namun
suka mengatur waktu kuliah sesukanya sendiri sehingga mahasiswa yang
menyesuaikan. Ada juga yang beralasan karena sudah terlanjur kuliah di
jurusan pendidikan sehingga harus menjadi tenaga pendidik. Tapi, pada
hakekatnya, apakah itu tujuan menjadi seorang dosen?
Semua orang tahu, dosen itu pada dasarnya adalah tenaga pendidik. Jadi intinya harus mendidik. Tapi mendidik yang seperti apa?
1. Seorang dosen harus tepat waktu. Jika selalu
bermulut lebar dengan mengagung – agungkan negara – negara maju karena
ketepatan waktunya, mengapa tidak berusaha dari diri sendiri untuk tepat
waktu dan mulai mengubah lingkungan sekitar untuk bisa menjadi semaju
negara – negara maju itu?
2. Seorang dosen harus menghargai pendapat mahasiswanya dan menerima kenyataan akan ilmu – ilmu yang baru.
Ilmu itu semakin berkembang. Tidak ada ilmu yang hanya stak di situ –
situ saja. Jika ada mahasiswa yang ternyata memiliki ilmu yang lebih
dan ternyata dapat mengimplementasikan ilmu tersebut dalam karya yang
nyata, mengapa tidak berusaha untuk menghargainya? Mengapa harus malu
dengan menjelek – jelekannya dengan cara debat yang tidak
berujung? atau memojokkan mahasiswa tersebut di depan temna-temannya bahkan di lingkungan dosen-dosen lainnya? Banyak juga dosen – dosen saya yang sangat menghargai
kemampuan mahasiswanya dan memberikan apresiasi yang tinggi. Akan
tetapi, tidak sedikit juga yang ternyata hanya menjelek – jelekan dan
tidak mengapresiasi kemampuan luar biasa yang dimiliki mahasiswanya.
Sebagai seorang dosen yang baik dan terpelajar, seharusnya dosen lebih
tahu yang mana sebenarnya sikap yang lebih benar, menghargai atau malah
menganggap mahasiswa tersebut adalah butiran debu? atau tersaingi?
3. Seorang dosen harus bisa menyampaikan mata kuliah yang diajarkan dengan baik.
Jika dosen itu hanya melihat ke papan sambil berbicara lirih, sehingga
para mahasiswa yang duduk hanya terbengong – bengong, tak mengerti apa
yang disampaikan, lalu buat apa mengajar? Beri saja mereka tugas biar
mereka belajar sendiri jika begitu caranya (g harus repot –
repot mengajar, ^_^ ?)
4. Seorang dosen harus memberikan penilaian yang objektif.
Saya pernah memiliki dosen yang hanya memberikan janji bahwa jika
kelompok saya bisa mengerjakan tugas – tugas yang diberikan, maka
kelompok saya dapat nilai A. Bahkan ternyata seluruh anak di kelas dapat
mengerjakan tugas itu, seharusnya kami semua dapat nilai, bukan? Namun
pada akhirnya, dosen itu berkata ” Saya akan melihat nilai UAS kalian.
Jika ternyata kalian bisa mengerjakannya, maka nilai tugas kalian akan
bagus, sehingga kalian dapat nilai A sesuai apa yang kalian inginkan.”
Jika ditelusuri lebih jauh, mengapa nilai UAS yang dijadikan patokan
dari nilai tugas? Bahkan nilai UAS sebenarnya tidak dapat berbicara
siapa orang yang benar – benar mengerjakan tugas tersebut dalam suatu
kelompok. Teman saya yang ternyata hanya berleha – leha saja, malah
mendapatkan nilai yang bagus. Lalu dimana letak keadilan? Lagipula dosen
tersebut jika tidak dapat memenuhi janjinya, maka lebih baik tidak usah
memberikan janji. Seorang pria sejati dan sebagai seorang dosen,
bagaimana mungkin mengingkari janji yang diucapkannya sendiri?
5. Seorang dosen harus dapat memotivasi mahasiswanya.
Mungkin terdengar sepele, namun ternyata sebuah motivasi saja di setiap
pertemuan, dapat membuat seorang mahasiswa semangat belajar, bahkan
berusaha untuk menjadi orang yang sukses. Saya memiliki seorang dosen
yang sangat begitu saya hormati, yang selalu dan selalu memberikan
motivasi untuk belajar lebih giat dan selalu mengingatkan bahwa orang
sukses itu harus bekerja dan belajar keras di setiap pertemuan. Paling
tidak, saya termotivasi untuk sukses pada mata kuliah yang bapak
tersebut ajari, daripada dosen – dosen lain yang bahkan setelah selesai
mengajar, hanya berlalu begitu saja.
6. Seorang dosen harus bersabar, bahkan harus sangat bersabar.
Tidak semua mahasiswa mempunyai kemampuan belajar yang sangat cepat,
sehingga seorang dosen yang tahu bahwa mahasiswanya belum mengerti,
seharusnya tetap mengulang – ulang pelajaran tersebut, dengan contoh
memberikan responsi, sehingga tujuan untuk mendidik mahasiswa dapat
terlaksana. Bukannya malah berpandangan bahwa “Mengerti, tidak mengerti
itu urusan anda. Yang penting urusan mengajar saya sudah beres.”
7. Seorang dosen merupakan orang pertama yang menjadi panutan di kampus tentang behaviournya.
Bagaimana mungkin seorang mahasiswa akan menghormati dosen tersebut
jika dosen tersebut ternyata tidak dapat menjadi panutan yang baik?
8. Seorang dosen harus membedakan urusan pribadi dengan urusan pendidikan.
Jangan sampai urusan pribadi merusak performa ketika mengajar di kelas. Orang –
orang menyebutnya dengan sikap “profesionalisme”.Menjadi seorang dosen itu menurut saya: BERAT. Banyak orang berkata, Kamu kan enak jadi dosen, calon penghuni surga karena menjadi seorang
pahlawan tanpa tanda jasa”. Saya hanya tertawa. Tertawa dan tertawa jika
ada orang yang berniat menjadi dosen karena pernyataan di atas.
Tidakkah pernah terpikir bagi anda kalau dosa menjadi seorang dosen juga
sama banyaknya dengan pahala yang (mungkin) anda dapatkan karena
mengajar? Dosa? Dosa darimana? Dosa jika anda tidak
dapat menjadi dosen yang baik, tidak dapat “mendidik” dengan baik,
menjadi bahan gunjingan di antara mahasiswa – mahasiswa anda, menjadi
dosen yang tidak dapat menilai secara objektif sehingga mahasiswa yang
seharusnya lulus, malah tidak lulus (bukankah itu sama dengan
menghancurkan masa depannya?), menjadi dosen yang hanya mengajar ketika
perasaan sedang gembira, sedangkan jika tidak, anda mengatakan “Sorry,
class is dismissed”, menjadi dosen yang tidak menghargai ilmu mahasiswa
yang ternyata lebih pintar dari dirinya, menjadi dosen yang tidak tepat
waktu sehingga pelajaran tidak terdistribusi secara penuh, dan blah blah
blah lainnya yang seharusnya (kepada anda, calon dosen, atau para
dosen) yang seharusnya lebih tahu daripada saya yang masih tergolong baru “nyemplung” dan masih terus belajar memperbaiki diri untuk mengajar.
"Saya hanya manusia biasa, tidak sempurna..tp saya
yakin bisa terus memperbaik diri dgn kesederhanaan..dgn ketulusan, kejujuran..ikhlas dan setia..amin!
Sometimes good, sometimes bad.... I'm who I wanna be."
No comments:
Post a Comment