Boleh saja pernah merasa lelah hanya untuk menunggu. Juga boleh saja
pernah merasa kesal hanya untuk menunggu. Lantas tersimpulkan seluruh
rasa dalam satu muara rasa; benci, lalu termuntahkan rasa itu dengan
lidah serapah. Bila apa yang ditunggui tak kunjung tiba.
Cukup,
dan Sebentar kita simpan rasa lelah dan benci. Dan coba tengok ke
belakang. Ada di masa itu di kala Musa AS beranjak meninggalkan kaumnya
untuk kembali membawa rahmat dan petunjuk dari Tuhan untuk kaumnya.
Dijanjikan hanya empat puluh malam saja Musa AS akan kembali dengan
rahmat dan petunjuk dari Tuhannya. Hanya satu diminta Musa As; jangan
sampai Tuhan murka kepada kalian Bani Israil. [1]
Menunggu rupanya
terlalu lelah dan payah bagi Bani israil. Belumlah sampai empat puluh
malam Musa As akan kembali, malang melintang hari-hari mereka Bani
Israil haru-biru dihura-hura dideru oleh nafsu. Ragu bila menunggu Sang
Pemandu pilihan Tuhan yang maha tahu. Lantas payah menunggu,
menyungkurkan diri mereka ke dalam kehinaan yang teramat hina.
Menjadikan diri sebagai budak-budak sebentuk seekor binatang yang tidak
lebih mulia dari seorang budak. Murka lah Tuhan dan Musa As; Kemudian
Musa As kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Berkata
Musa As: “Hai kaumku, bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu suatu
janji yang baik? Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagimu
atau kamu menghendaki agar kemurkaan dari Tuhanmu menimpamu, dan kamu
melanggar perjanjianmu dengan aku?”. [2]
Ada juga di masa itu di
kala Aisyah RA mulai merasa resah dan gelisah dengan fitnah. Setelah
satu bulan lamanya Aisyah RA hampir seakan merasa tidak mendapatkan
kelembutan dari seseorang yang tercinta, Muhammad SAW. Dia tidak tahu
kapan tiba masanya. Dia hanya menunggu meski harus terasa pilu. Menunggu
cumbu seperti masa lalu sebelum itu. Hanya berharap mimpi yang memberi
tahu. Untuk bebas dari fitnah yang membelenggu. Menunggu memang terasa
pilu. Hari-harinya penuh sendu kelabu. Bedanya, ia RA simpulkan rasa itu
dalam satu muara rasa; Allah maha tahu.
Bukan mimpi yang
ditunggui tiba agar terbebas dari fitnah. Malah Tuhan langsung memberi
kabar gembira dengan kalimat yang tersimpan istimewa pada lauhah. [3]
Akhirnya, harmoni cumbu dan cinta bersemi semula. [4]
Menunggu,
rahasianya satu; Keyakinan cinta yang menyatu. Cinta yang menyatu bagai
sungai nil dan tanah kinanah. Bagaikan Mekah dan Ka’bah. Bagaikan
mentari dan pagi. Hanya cinta yang membuat mampu bertahan berdiri
menanti. Tak peduli kini atau nanti. Tak peduli kalbu begitu rindu yang
menggebu. Cinta -lah yang merangkai tunggu menjadi rindu, merangkai
rindu menjadi asa, merangkai asa menjadi doa. Merangkai doa lebih indah
dari sekadar kata mutiara. Seperti Aisyah RA menunggu kelembutan
cintanya. Seperti alKhansa menunggu pejuang-pejuang kecilnya kembali
dari medan jihad.
Menunggu itu bukan diam tapi pekerjaan dan
bekerja. Sebab cinta tidak diam. Seperti halnya bila melukiskan wujudnya
cinta. Ada tinta yang mengukirkan katanya. Ada kata yang menuturkan
rasanya. Ada rasa yang menafsirkan maknanya. Menunggu adalah pekerjaan
terberat dari rasa cinta. Tarik-menarik antara sekian rasa. Antara rindu
dan pilu. Antara harap dan ratap. Antara cemas dan ikhlas. Antara
istiqamah dan hianah. Antara ada dan tiada.
Menunggu juga bisa
membuat hati mengeras dan membatu. Lalu pecah berkeping menjadi serakan
serapah dan fitnah. Menghancurkan keyakinan menjadi ragu. Melumatkan
iman menjadi kelabu dan layu. Seperti hati Bani Israil. Hati yang
membatu dan lebih keras dari batu. Kala menunggu sang Pemandu pilihan
Tuhan yang maha tahu kembali dari bukit Thur. Tak sanggup melebur dalam
sinar sabar yang memancar. Tersungkur dalam kufur menutur mengekor pada
seukir baqor [5] yang berkhuar. [6]
Lalu. Bila menunggu tak
kunjung tiba. Bukan cinta yang tidak menyatu karenanya. Bahkan Tuhan
hendak selalu bersama. Maka bersabarlah, “…sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang sabar”. [7]
Dan bila menunggu tak kunjung juga
tiba, yakinlah bahwa Tuhan telah menetapkan apa yang mestinya
ditunggu-i. Bahwa Tuhan telah menetapkan Rezki. Bahwa Tuhan telah
mengikatkan sebuah nama untuk sahabat hati. Bahwa Tuhan telah menetapkan
baik dan buruk setiap makhluk.
“Dan bersabarlah dalam menunggu
ketetapan Tuhanmu. Maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami,
dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri”. [8]
1 : lihat kisah Musa As as. al a’raf: 142
2 : Thoha: 86
3 : lauhah; lembaran/mushaf
4 : kisah hadis ifki. An Nur: 11
5 : baqor(arabic); sapi
6 : khuar(arabic); bersuara ; al a’raf 148
7 : al Baqarah: 153
8 : ath Thur: 48
1 comment:
Bagus blocknya dek..tampilannya bagus ^_^
Post a Comment