“Sesungguhnya Allah Maha baik, dan tidak menerima kecuali yang baik…” (HR. Bukhari Muslim)
Jika kita pahami hadist ini dan memahaminya dari sudut pandang 'HARTA', hadist ini menjelaskan bahwa harta yang berkah adalah harta yang
disenangi Allah. Ia tidak harus banyak. Sedikit tapi berkah lebih baik
daripada yang banyak tetapi tidak berkah. Untuk mendapatkan keberkahan
harta harus halal. Karena Allah tidak mungkin memberkahi harta yang
haram.
Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 100 menjelaskan bahwa tidaklah
sama kualitas antara harta haram dengan harta halal, sekalipun harta
yang haram begitu menakjubkan banyaknya. Harta haram dalam ayat di atas,
Allah sebut dengan istilah khabits.
Kata khabits menunjukkan sesuatu yang menjijikkan, seperti
kotoran atau bangkai yang busuk dan tidak pantas untuk dikonsumsi karena
akan merusak tubuh: secara fisik maupun mental. Tidak ada manusia yang
mau memakan kotoran dan yang busuk. Sementara harta halal disebut dengan
istilah thayyib, artinya baik, menyenangkan dan sangat membantu kesehatan fisik dan mental jika dikonsumsi.
Secara mentalitas dan psikologis harta mampu memengaruhi hati
manusia. Harta haram apapun bentuknya yang diperoleh dari hasil mencuri,
merampok, menipu, korupsi, illegal loging, riba, suap dan lain
sebagainya, hanya akan menuntun pemiliknya untuk menjadi rakus dan kejam.
Mengalami kebutaan hari nurani karena tidak mampu lagi membedakan mana
harta yang baik dan tidak baik. Hanya hewanlah yang berperilaku
demikian, memakan apa saja yang ada di hadapannya tanpa peduli siapa
pemilik dari makanan tersebut.
Seseorang yang terbiasa mengonsumsi harta haram jiwanya akan
meronta-ronta. Merasa tidak tenang, tanpa diketahui sebabnya.
Kegelisahan demi kegelisahan akan terus menyeretnya ke lembah yang
semakin jauh dari Allah. Lama kelamaan ia tidak merasa lagi berdosa
dengan kemaksiatan.
Berkata bohong menjadi akhlaknya. Ia merasa tidak
enak kalau tidak berbuat keji. Itulah bukti bahwa tidak mungkin harta haram mengandung keberkahan. Allah sangat membenci
harta haram dan pelakunya. Seorang yang terbiasa menikmati harta haram
doanya tidak akan Allah terima.
Banyak hikmah yang dapat kita ambil dari berbagai kejadian dalam
kehidupan yang menunjukan harta telah menjadi musibah dan ujian bagi
pemiliknya. Amat sangat mudah bagi Allah mengambil apa saja yang ada
pada diri kita. Sebab semua yang kita miliki hari ini adalah titipan Nya
belaka. Tidak ada gunanya menyombongkan diri memiliki uang yang banyak,
harta benda, kendaraan dan keturunan yang cantik ataupun ganteng karena bagi Allah
semua adalah titipan dan sekaligus ujian.
Dengan kehendaknya Allah dapat
membuat seseorang yang kaya raya menjadi bangkrut dengan menimpakan
sakit yang mematikan. Hartanya tak mampu membantu dan habis dengan
sendirinya. Orang yang pamer kendaraan mendapat ujian kecelakaan atau
kendaraan tersebut rusak tanpa diketahui sebabnya. Ataupun memiliki anak
cantik tetapi perbuatannya memalukan keluarga.
Rasulllah Saw bersabda:
(Ibadah itu 10 bagian, sembilan dari padanya adalah mencari rezeki halal).
Secara jelas Allah menyebutkan dalam firman-Nya pada surat Huud, ayat 6 yang artinya:
Dan tidak ada suatu binatang/makhluk melata pun (termasuk manusia) di muka bumi, melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia Maha Mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).
Jadi, pada hakikatnya setiap orang itu telah ditentukan nominal rezekinya, hanya saja adakalanya orang itu mengambil jatah rezekinya secara halal, namun tak jarang orang itu mengambil jatah rezekinya dengan cara yang haram.
Sedangkan berapa jumlah nominal rezeki seseorang itu dan kapan saja rezekinya dapat dinikmati, maka tentunya urusan ini adalah menjadi rahasia Allah semata. Jika saja Allah telah menentukan bahwa hari ini Dia tidak akan memberikan rezeki-Nya pada seseorang, maka dikejar kemanapun dan dengan cara apapun, pasti orang tersebut tidak akan mendapatkan jatah rezekinya itu. Sebaliknya, jika Allah menghendaki bahwa hari ini ada pembagian rezeki bagi seseorang, maka sekali pun orang itu tidur lelap di atas ranjang, maka pasti rezekinya itu akan datang sendiri kepadanya, tanpa harus bersusah payah mengejarnya.
Contoh kongkrit, ada kalanya Allah menggerakkan hati seseorang untuk mengadakan selamatan keluarga dengan cara kirim makanan (berkatan) kepada para tetangganya, di sisi lain Allah telah menentukan adanya pembagian rezeki berupa kiriman makanan (berkatan) itu bagi para tetangganya. Maka sekalipun ada tetangga yang ternyata sedang tidur lelap di atas ranjang, ia pun akan mendapatkan jatah rezekinya yang berupa kiriman makanan (berkatan) itu, tanpa harus susah-susah mencarinya.
Sekalipun demikian, Allah memberi kesempatan kepada setiap orang agar berikhtiar dan berusaha untuk mencari rezekinnya masing-masing, karena min sunnatillah la yaf’alu syaian illa bi asbab (dari kebiasaan Allah tidak akan menentukan sesuatu kecuali ada penyebabnya terlebih dahulu). Sebabnya Allah memberikan rezeki kepada seseorang itu karena umumnya orang tersebut telah berikhtiar dan berusaha mencari rezekinya itu.
Sekalipun Allah adalah Dzat Yang Maha Mampu untuk memberi rezeki kepada seseorang hanya berdasarkan kehendak-Nya, kun fayakuun (Jadilah, maka terjadilah apa yang Dia kehendaki). Namun karena kebiasaan Allah untuk menentukan sesuatu itu berdasarkan adanya suatu sebab, maka setiap orang harus mencari penyebab yang sangat memungkinkan Allah akan membagi rezeki-Nya kepada dirinya. Misalnya, dengan sebab bekerja yang halal, maka sangat memungkinkan Allah akan membagi rezeki-Nya yang halal untuk para pekerja itu. - See more at: http://www.pejuangislam.com/main.php?prm=karya&var=detail&id=700#sthash.iaFBu5fj.dpuf
Dan tidak ada suatu binatang/makhluk melata pun (termasuk manusia) di muka bumi, melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia Maha Mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).
Jadi, pada hakikatnya setiap orang itu telah ditentukan nominal rezekinya, hanya saja adakalanya orang itu mengambil jatah rezekinya secara halal, namun tak jarang orang itu mengambil jatah rezekinya dengan cara yang haram.
Sedangkan berapa jumlah nominal rezeki seseorang itu dan kapan saja rezekinya dapat dinikmati, maka tentunya urusan ini adalah menjadi rahasia Allah semata. Jika saja Allah telah menentukan bahwa hari ini Dia tidak akan memberikan rezeki-Nya pada seseorang, maka dikejar kemanapun dan dengan cara apapun, pasti orang tersebut tidak akan mendapatkan jatah rezekinya itu. Sebaliknya, jika Allah menghendaki bahwa hari ini ada pembagian rezeki bagi seseorang, maka sekali pun orang itu tidur lelap di atas ranjang, maka pasti rezekinya itu akan datang sendiri kepadanya, tanpa harus bersusah payah mengejarnya.
Contoh kongkrit, ada kalanya Allah menggerakkan hati seseorang untuk mengadakan selamatan keluarga dengan cara kirim makanan (berkatan) kepada para tetangganya, di sisi lain Allah telah menentukan adanya pembagian rezeki berupa kiriman makanan (berkatan) itu bagi para tetangganya. Maka sekalipun ada tetangga yang ternyata sedang tidur lelap di atas ranjang, ia pun akan mendapatkan jatah rezekinya yang berupa kiriman makanan (berkatan) itu, tanpa harus susah-susah mencarinya.
Sekalipun demikian, Allah memberi kesempatan kepada setiap orang agar berikhtiar dan berusaha untuk mencari rezekinnya masing-masing, karena min sunnatillah la yaf’alu syaian illa bi asbab (dari kebiasaan Allah tidak akan menentukan sesuatu kecuali ada penyebabnya terlebih dahulu). Sebabnya Allah memberikan rezeki kepada seseorang itu karena umumnya orang tersebut telah berikhtiar dan berusaha mencari rezekinya itu.
Sekalipun Allah adalah Dzat Yang Maha Mampu untuk memberi rezeki kepada seseorang hanya berdasarkan kehendak-Nya, kun fayakuun (Jadilah, maka terjadilah apa yang Dia kehendaki). Namun karena kebiasaan Allah untuk menentukan sesuatu itu berdasarkan adanya suatu sebab, maka setiap orang harus mencari penyebab yang sangat memungkinkan Allah akan membagi rezeki-Nya kepada dirinya. Misalnya, dengan sebab bekerja yang halal, maka sangat memungkinkan Allah akan membagi rezeki-Nya yang halal untuk para pekerja itu. - See more at: http://www.pejuangislam.com/main.php?prm=karya&var=detail&id=700#sthash.iaFBu5fj.dpuf
Secara
jelas Allah menyebutkan dalam firman-Nya pada surat Huud, ayat 6 yang artinya:
Dan tidak ada suatu binatang/makhluk melata pun (termasuk manusia) di muka bumi, melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia Maha Mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).
Jadi, pada hakikatnya setiap orang itu telah ditentukan nominal rezekinya, hanya saja adakalanya orang itu mengambil jatah rezekinya secara halal, namun tak jarang orang itu mengambil jatah rezekinya dengan cara yang haram.
Sedangkan berapa jumlah nominal rezeki seseorang itu dan kapan saja rezekinya dapat dinikmati, maka tentunya urusan ini adalah menjadi rahasia Allah semata. Jika saja Allah telah menentukan bahwa hari ini dia tidak akan memberikan rezeki-Nya pada seseorang, maka dikejar kemanapun dan dengan cara apapun, pasti orang tersebut tidak akan mendapatkan jatah rezekinya itu. Sebaliknya, jika Allah menghendaki bahwa hari ini ada pembagian rezeki bagi seseorang, maka sekali pun orang itu tidur lelap di atas ranjang, maka pasti rezekinya itu akan datang sendiri kepadanya, tanpa harus bersusah payah mengejarnya.
Dan tidak ada suatu binatang/makhluk melata pun (termasuk manusia) di muka bumi, melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia Maha Mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).
Jadi, pada hakikatnya setiap orang itu telah ditentukan nominal rezekinya, hanya saja adakalanya orang itu mengambil jatah rezekinya secara halal, namun tak jarang orang itu mengambil jatah rezekinya dengan cara yang haram.
Sedangkan berapa jumlah nominal rezeki seseorang itu dan kapan saja rezekinya dapat dinikmati, maka tentunya urusan ini adalah menjadi rahasia Allah semata. Jika saja Allah telah menentukan bahwa hari ini dia tidak akan memberikan rezeki-Nya pada seseorang, maka dikejar kemanapun dan dengan cara apapun, pasti orang tersebut tidak akan mendapatkan jatah rezekinya itu. Sebaliknya, jika Allah menghendaki bahwa hari ini ada pembagian rezeki bagi seseorang, maka sekali pun orang itu tidur lelap di atas ranjang, maka pasti rezekinya itu akan datang sendiri kepadanya, tanpa harus bersusah payah mengejarnya.
Contoh
kongkrit, ada kalanya Allah menggerakkan hati seseorang untuk mengadakan
selamatan keluarga dengan cara kirim makanan (berkatan) kepada para
tetangganya, di sisi lain Allah telah menentukan adanya pembagian rezeki berupa
kiriman makanan (berkatan) itu bagi para tetangganya. Maka sekalipun ada
tetangga yang ternyata sedang tidur lelap di atas ranjang, ia pun akan
mendapatkan jatah rezekinya yang berupa kiriman makanan (berkatan) itu, tanpa
harus susah-susah mencarinya.
Sekalipun Allah adalah Dzat Yang Maha Mampu untuk memberi rezeki kepada seseorang hanya berdasarkan kehendak-Nya, kun fayakuun (Jadilah, maka terjadilah apa yang Dia kehendaki). Namun karena kebiasaan Allah untuk menentukan sesuatu itu berdasarkan adanya suatu sebab, maka setiap orang harus mencari penyebab yang sangat memungkinkan Allah akan membagi rezeki-Nya kepada dirinya.
Sekalipun Allah adalah Dzat Yang Maha Mampu untuk memberi rezeki kepada seseorang hanya berdasarkan kehendak-Nya, kun fayakuun (Jadilah, maka terjadilah apa yang Dia kehendaki). Namun karena kebiasaan Allah untuk menentukan sesuatu itu berdasarkan adanya suatu sebab, maka setiap orang harus mencari penyebab yang sangat memungkinkan Allah akan membagi rezeki-Nya kepada dirinya.
No comments:
Post a Comment