Friday 4 July 2014

Mengikis Suudzonisme

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita dengar orang berbicara dengan nada pesimis (sinis, negatif, ragu-ragu, minder dll) dan sok tahu. Sikap ini didasari ketidakmauan untuk mencari kejelasan terhadap suatu perkara. Hal ini bahkan terjadi pada diri kita sendiri. Atau ada di antara kita yang suka menghukumi dan menghakimi suatu perkara dengan hanya berdasar pada bukti dan data yang sangat sedikit ( minim).

Baru mendengar kabar dari seseorang, langsung dipercaya, dan sudah berani berkomentar macam-macam. Sikap-sikap seperti ini biasanya muncul karena kita sering terburu-buru berprasangka terhadap suatu perkara yang belum jelas. Atau kalaupun sudah jelas perkara tersebut, kita kurang bijaksana dalam menyikapinya.

(QS. Yunus 36)[2].
Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.

Maka yang muncul kemudian emosi, marah, mau menang sendiri, dan tidak mau mendengarkan pendapat orang lain. Dengan kata lain, menjadi sok benar sendiri. Sikap menganggap dirinya yang paling benar inilah yang sering jadi penyakit di tengah masyarakat. Sikap menganggap hanya dirinyalah yang paling berpengalaman, paling bisa, paling pinter, paling tinggi derajadnya dan lain sebagainya.

Sikap ini mengingkari kenyataan ( menegasikan) bahwa banyak orang di sekitar kita yang mungkin lebih pinter, lebih berpengalaman, lebih berhak bicara. Masih banyak yang lebih suka mencari-cari kesalahan orang lain dan tidak mau instropeksi diri (muhasabah ).

Begitu luas akibat (implikasi) buruk yang ditimbulkan oleh sikap suudzon atau buruk sangka ini. Orang yang suka suudzon cenderung suka menilai orang lain dengan memperbesar kekurangannya. Maka dicari-carilah kekurangannya. Kelebihan yang tampak pada orang lain selalu ditutup-tutupi, atau kalaupun disebut maka hanya sedikit dengan maksud untuk menjatuhkan. Tak heran jika sikap suudzon ini bisa menjauhkan orang dari sahabat-sahabatnya atau teman-temannya. Orang lain jadi tidak mau mendekat karena takut dinilai kesehariannya atau sifatnya. Kalau sudah tidak ada yang mendekat maka akses apapun akan sulit didapat termasuk akses usaha dan bisnis. Inilah mengapa, suudzon bisa menutup jalan rejeki.

Apalagi kalau sampai suudzon kepada Alloh. Artinya selalu berprasangka yang tidak baik kepada Alloh. Ini ditunjukkan dengan sikap pesimisme, menyerah pada nasib, suka mengeluh dan lain-lain. Hampir tidak ada celah positif dalam hidupnya. Ini menimbulkan persepsi diri yang selalu negatif; pesimis, suka mengeluh, suka nyacat, menilai jelek orang lain, suka mencari-cari kesalahan, gengsi dll.

Mengatasi hal ini tak lain dan tak bukan hanyalah dengan mengubah pola pikir kita dalam menghadapi sesuatu. Kita menyangka baik terhadap orang lain, kalau sangkaan itu salah maka kita tetap dapat pahala kebaikan, tetapi sebaliknya kalau kita suudzon terhadap orang lain, kalau sangkaan buruk itu benar kita tetap berdosa, apalagi kalau sampai sangkaan itu salah. berangkat dari suudzon ini pula kita sering terjatuh ke dalam kubangan Lumpur mnggunjing jeleknya orang lain. Na’udzubillahi min dzaalik.

TIPS menghindari suudzon (buruk sangka):
1. Perbesar penghargaan pada orang lain
2. Mau belajar dari orang lain
3. Perbanyak ilmu; Ilmu agama, social, dsb.
4. Banyak bergaul dengan orang lain
5. Terbuka, tidak suka menyembunyikan sesuatu/ masalah
6. Apa adanya
7. Perbanyak pengalaman
8. Perbanyak kegiatan, jangan suka menganggur. Menganggur adalah sumber masalah.
9. Khusnudzon; baik sangka pada orang lain dan kepada Alloh ( pandai bersyukur).

Seberapa kualitas diri kita
Allah menyebut kualitas dengan bahasa-bahasa yang sangat indah dalam AL Qur’an; Muttaqiin (orang-orang yang bertaqwa), muhsiniin (orang-orang yang suka membalas dengan lebih baik), Ahsan ( lebih baik), Shoobiriin (orang-orang yang sabar), Syaakiriin (orang yang banyak bersyukur), dll.

Kualitas seseorang bisa diukur dari bicaranya.
Orang berkualitas baik/ tinggi adalah otrang yang bicara pada waktu dan tempat yang tepat, dan sarat dengan hikmah, yaitu mengandung ide, gagasan , ilmu, dzikir, dan solusi yang bermanfaat bagi semua orang. Tentunya tanpa bersikap menggurui orang lain, karena kalau sudah suka menggurui orang lain maka yang muncul adalah sikap sok pinter. Jadi dalam berbicara harus proporsional (lihat-lihat).

Orang berkualitas diri biasa-biasa saja mempunyai ciri dari ucapan yang sibuk menceritakan peristiwa-peristiwa yang dia alami atau ketahui. Suka ngrumpi mungkin lebih pasnya. Kalau ngobrol gak mau berhenti ngomongnya. Ngalor-ngidul selalu ada yang dibicarakan meskipun kurang bermanfaat.
Sedangkan orang berkualitas rendahan dalam berkata-kata yaitu suka membawa permasalahan ke manapun dia berada, yaitu suka mengeluh, mencela atau menghina. Termaasuk di dalamnya suka mencari-cari kesalahan dan kekurangan orang lain. Suka mengeluh adalah ciri orang yang kurang bisa bersyukur atas nikmat 4jjl.
(dikutip dari Taushiyah Aa’ Gym)

Ada makalah ‘ulama yang mengatakan bahwa sebagian besar orang terjerumus ke dalam dosa disebabkan karena lisannya. Di sekitar kita dan bahkan diri kita sendiri masih sulit mengendalikannya. Kita lebih suka mencari-cari negatifnya daripada mencari sisi positifnya.

No comments: