Tuesday 16 December 2014

Banyak Jalan Untuk Berikan yang TERBAIK "Insyaa Allah"

....... Ternyata kalo saya baca-baca di forum-forum kehamilan, banyak bumil yang ngotot ingin melahirkan normal, dan rasanya dunia hancur kalo sudah divonis harus SC. Why??? Bayi Anda itu masih hidup. Dia sehat. Kenapa harus dunia hancur? Lebih hancur mana, ketika mengetahui bayi Anda tidak tumbuh dan akhirnya harus keguguran??? Please… Ternyata, dengar-dengar, kebudayaan kita ini punya proverb yang menurut saya “aneh”, yaitu: “Kalo melahirkan normal itu, rasanya menjadi ibu yang sepenuhnya” Whaaatt..??? Jadi, hamil dan “membawa perut besar” selama 9 bulan, lalu setelah itu mengeluarkan “bayi", itu masih belum bisa disebut seorang IBU??? Jadi, kalo ada wanita yang melahirkan normal, trus bayinya dibuang, itu juga bisa dibilang IBU??? Dangkal sekali “pangkat” IBU itu, ya? .......

Itu adalah sepenggal tulisan saya di postingan sebelumnya yang berjudul Sabar Menanti Sang Buah Hati.
Disana saya sedikit membahas tentang anggapan orang terhadap wanita yang melahirkan secara normal dan lewat bedah. Ada anggapan yang berbeda dan sangat tidak adil (menurut saya) sehingga memunculkan dampak negatif terhadap si 'wanita' yang melahirkan lewat bedah. Setelah menjalani pengalaman pertama menjadi seorang IBU, saya suka sekali mencari informasi tentang IBU DAN ANAK dari berbagai media untuk menambah pengetahuan. Sesuai judul BLOG saya "ALAM TAKAMBANG JADI GURU". Saya merasa ini adalah hal yang sangat indah untuk dikaji. Di postingan kali ini saya merasa tertarik membahas tentang kelanjutan dari peran seorang 'IBU', kali ini dalam hal menyusui. ASI Ekslusif atau SUFOR. Karena ini juga tidak jauh berbeda dengan kasus di atas.

Hmm.. Kebaikan ASI seperti nya tidak perlu saya jabarkan lagi di sini :) Ibu mana yang tidak mau memberikan yang terbaik buat anak nya? Begitu juga dengan saya. Tapi saya merasa ada sebagian ibu-ibu yang berhasil memberikan ASI Eksklusif sepertinya menghakimi ibu yang tidak bisa melakukannya tanpa mengerti apa penyebabnya. Tentu saja dengan berbagai sindiran dan pertanyaan, seperti: Kenapa? Kok tega? Kasian dong anak tidak mendapat haknya?

AIR Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi terbaik untuk buah hati. Namun, mengingat tak semua ibu bisa memenuhi ASI secara eksklusif dengan berbagai alasan, maka ketidakmampuan tersebut bukanlah 'kiamat' bagi sang ibu.

Tidak ada salahnya kita mencoba berpikir positif menanggapi hal ini. Setelah menjadi Ibu, saya akhirnya mengetahui bahwa tidak mudah memberikan ASI, butuh perjuangan dan kesabaran. Oleh karena itu, saya sangat tidak setuju terhadap orang-orang yang menghakimi seorang ibu yang gagal memberikan ASI ekslusif terhadap anaknya yang kemudian memilih memberikan sufor. Ibu yang tidak memberikan ASI Eksklusif kepada buah hatinya pada dasarnya bukan tidak mau, tapi pasti ada alasan kuat yang akhirnya membuat si IBU memutuskan memberikan sufor. Kembali kepada keyakinan kita terhadap kuasa Illahi. Sekeras apa pun usaha, tetap lah kuasa Illahi yg menentukan, seperti ketika kita berjuang melahirkan, melalui persalinan normal atau caesar.

Menjadi seorang ibu membutuhkan penyesuaian diri karena tanggung jawab yang dipikul akan semakin bertambah. “Bisa dibayangkan, kondisi yang dialami ibu yang tidak bisa memberikan ASI eksklusif pasti sangat tidak nyaman sekali. Sebab, ia bukan tidak mau memberikan ASI melainkan karena tidak mampu. Langkahnya untuk beralih ke susu formula diambil karena tak ada cara lagi sebab ASI-nya memang sudah tidak keluar. Perasaan bimbang, sedih dan rasa bersalah yang dialami ibu saat tak bisa memberikan ASI eksklusif dan beralih ke sufor karena dia tidak bisa memberikan penjelasan kepada semua orang. Dalam arti, ibu tersebut kadang-kadang harus berada pada situasi dimana sekitarnya (hanya) tahu bahwa bayinya tidak diberi ASI lalu memberikan penilaian secara sepihak.  

Memang benar ASI adalah makanan terbaik untuk bayi. Tapi perlu kita ketahui juga bahwa ASI bukanlah satu-satunya yang menentukan masa depan anak. Memang benar ASI membuat anak menjadi lebih sehat, tidak mudah sakit, dan lebih tangguh, tapi tetap saja banyak faktor lain yang memengaruhi. Seharusnya ibu perlu meyakinkan dirinya bahwa tidak bisa memberikan ASI bukanlah akhir dari dunia ini. Masih banyak hal yang bisa kita kejar untuk memberikan yang terbaik untuk anak kita. Jadi, ketika kondisi si ibu sudah tidak memungkinkan lagi untuk memberikan ASI, “berikanlah kasih sayang pada hal lain seperti merawat sendiri anaknya, membuat anak merasa nyaman sehingga merasa bahwa ibunya bisa melindunginya dan memberikan yang terbaik untuknya di masa depan nanti.

Bagi ibu-ibu yang tidak bisa memberikan ASI Ekslusif, satu hal yang perlu diyakini bahwa Anda memang bukanlah yang terpilih oleh Tuhan untuk memberikan ASI, tapi sudah terpilih oleh NYA untuk diberikan titipan anak. Itu yang seharusnya tidak henti-hentinya kita syukuri :). Alhamdulillah.

Benar jika kedekatan ibu- anak bisa terjalin dengan ASI. Tapi itu hanya 1 cara, beribu cara bisa terlaksana :)
Untuk semua ibu -ibu yang tidak bisa memberikan ASI, jangan patah semangat. Yang penting berikan yang terbaik untuk anak kita. Dan untuk ibu-ibu yang bisa memberikan ASI, tidaklah bijak rasanya menghakimi ibu-ibu yang tidak bisa memberikan ASI tanpa tau apa penyebabnya :)  

2.      ”Kata dokter, bisa ngelahirin normal?”
Jujur, saya hanya ingin saya bisa bertemu dengan anak saya yang selama ini hanya bisa menendang, meninju, dan menggelitik saya dari balik kulit perut saya ini. Saya ingin dia lahir dengan keadaan sehat dan saya juga sehat. Saya ingin bisa mendengar tangisannya yang menggema ke seluruh penjuru rumah. Saya ingin bisa menyusuinya sampe umur 2 tahun. Ternyata kalo saya baca-baca di forum-forum kehamilan, banyak bumil yang ngotot ingin melahirkan normal, dan rasanya dunia hancur kalo sudah divonis harus SC. Why??? Bayi Anda itu masih hidup. Dia sehat. Kenapa harus dunia hancur? Lebih hancur mana, ketika mengetahui bayi Anda tidak tumbuh dan akhirnya harus keguguran??? Please… Ternyata, dengar-dengar, kebudayaan kita ini punya proverb yang menurut saya “aneh”, yaitu: “Kalo melahirkan normal itu, rasanya menjadi ibu yang sepenuhnya” Whaaatt..???
Jadi, hamil dan “membawa perut besar” selama 9 bulan, lalu setelah itu mengeluarkan “bayi", itu masih belum bisa disebut seorang IBU??? Jadi, kalo ada wanita yang melahirkan normal, trus bayinya dibuang, itu juga bisa dibilang IBU??? Dangkal sekali “pangkat” IBU itu, ya?  
Sekali lagi, saya masih gak habis pikir dengan orang yang berpikir: HARUS BISA MELAHIRKAN NORMAL. Kecuali, terbentur masalah biaya, saya bisa memaklumi. Karena melahirkan dengan operasi SC memang biayanya terpaut lumayan jauh jika dibandingkan dengan melahirkan normal. Kalo udah masalah duit, saya maklum lah. Banyak orang yang berusaha bisa melahirkan normal, supaya bisa melahirkannya di bidan, jadi biayanya tidak seberapa mahal. Kalo itu, saya bisa mengerti. Namun, kalo alasannya bukan karena biaya, saya masih gak ngerti. Memang, definisi IBU agaknya masih rancu dalam kehidupan kita. Menurut kita, pada umumnya, IBU itu, 
-mengandung
-melahirkan
-membesarkan anak
- See more at: http://fanalink.blogspot.com/2014/10/sabar-menanti-sang-buah-hati.html#sthash.HqR8hz0s.dpuf
2.      ”Kata dokter, bisa ngelahirin normal?”
Jujur, saya hanya ingin saya bisa bertemu dengan anak saya yang selama ini hanya bisa menendang, meninju, dan menggelitik saya dari balik kulit perut saya ini. Saya ingin dia lahir dengan keadaan sehat dan saya juga sehat. Saya ingin bisa mendengar tangisannya yang menggema ke seluruh penjuru rumah. Saya ingin bisa menyusuinya sampe umur 2 tahun. Ternyata kalo saya baca-baca di forum-forum kehamilan, banyak bumil yang ngotot ingin melahirkan normal, dan rasanya dunia hancur kalo sudah divonis harus SC. Why??? Bayi Anda itu masih hidup. Dia sehat. Kenapa harus dunia hancur? Lebih hancur mana, ketika mengetahui bayi Anda tidak tumbuh dan akhirnya harus keguguran??? Please… Ternyata, dengar-dengar, kebudayaan kita ini punya proverb yang menurut saya “aneh”, yaitu: “Kalo melahirkan normal itu, rasanya menjadi ibu yang sepenuhnya” Whaaatt..???
Jadi, hamil dan “membawa perut besar” selama 9 bulan, lalu setelah itu mengeluarkan “bayi", itu masih belum bisa disebut seorang IBU??? Jadi, kalo ada wanita yang melahirkan normal, trus bayinya dibuang, itu juga bisa dibilang IBU??? Dangkal sekali “pangkat” IBU itu, ya?  
Sekali lagi, saya masih gak habis pikir dengan orang yang berpikir: HARUS BISA MELAHIRKAN NORMAL. Kecuali, terbentur masalah biaya, saya bisa memaklumi. Karena melahirkan dengan operasi SC memang biayanya terpaut lumayan jauh jika dibandingkan dengan melahirkan normal. Kalo udah masalah duit, saya maklum lah. Banyak orang yang berusaha bisa melahirkan normal, supaya bisa melahirkannya di bidan, jadi biayanya tidak seberapa mahal. Kalo itu, saya bisa mengerti. Namun, kalo alasannya bukan karena biaya, saya masih gak ngerti. Memang, definisi IBU agaknya masih rancu dalam kehidupan kita. Menurut kita, pada umumnya, IBU itu, 
-mengandung
-melahirkan
-membesarkan anak
- See more at: http://fanalink.blogspot.com/2014/10/sabar-menanti-sang-buah-hati.html#sthash.HqR8hz0s.dpuf

No comments: